Martombo - Cak NUN melihat Indonesia 2014 - sekarang

Khabar
Cak Nun “Mertombo” Indonesia Tahun 2017


Nabi
SAW. berkata kepada Sayyidina Abu Bakar r.a. ketika Nabi SAW dan beliau
bersembunyi di Gua Tsur : La Takhaf Wa La Tahzan. Innallaha Ma’ana,  “Janganlah kamu takut dan janganlah kamu
bersedih hati. Sesungguhnya Allah ada bersama kita”
Firman
Allah SWT.
Maksudnya
:"Janganlah kamu bersikap lemah dan janganlah (pula) kamu bersedih hati,
padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya) jika kamu
orang-orang yang beriman." (Surah Ali Imran Ayat 139)
Firman
Allah SWT.
Maksudnya
: " Apakah manusia itu mengira bahawa mereka itu dibiarkan (saja)
mengatakan: “Kami telah beriman,” sedang mereka tidak diuji lagi.”
Apabila
dilanda musibah atau kesedihan, Allah SWT. mengajar kita :
Firman
Allah SWT maksudnya :
“(yaitu)
orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan :’Innaa lilaahi wa
innnaa ilaihi raji’uun." (Surah Al Baqarah ayat 156)
“Ingatlah
hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (Surah Al Ra’ad ayat
28)
”Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (Surah Al
Baqarah ayat 286)



Seperti telah dijadwalkan, siang tadi Menko Kemaritiman RI Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) beserta rombongan tiba di Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta. Selain silaturahmi, perbincangan Cak Nun dan LBP sembari menikmati santap siang berlangsung informal dan santai. Meski demikian, Cak Nun merespons dan berbicara apa adanya, tanpa tedeng aling-aling, serta objektif tentang situasi Indonesia saat ini.
Sebagian yang disampaikan Cak Nun, baru kali pertama didengar LBP. Beberapa kali LBP terkejut dan terperanjat pada logika mendasar dan simpel yang dicontohkan Cak Nun. Salah satunya, jika orang terus-menerus diinjak, suatu saat pasti secara alami akan keluar identitas aslinya. Kalau dia orang Islam, dia akan berteriak Allahu Akbar. Atau kalau dia orang Jawa Timur, dia akan misuh. Sesungguhnya masalah tidak terletak pada takbir dan misuh, tetapi pada ketidakadilan yang melahirkan penindasan yang terlalu lama. Sekarang orang mengira masalahnya pada takbir atau misuh alias identitas dan saling bertengkar karenanya, padahal bukan di situ masalahnya.
Beberapa kali pula LBP tersenyum lebar oleh contoh-contoh yang ditunjukkan Cak Nun dan merasa yang seperti ini yang perlu didengar elit pemerintah. View-view sederhana tapi tajam ini sepertinya memang diperlukan, dan LBP sendiri mengakui pemerintah pusing dibuat oleh situasi-situasi politik saat ini yang asal-usulnya sebagian bermula dari ketidaktepatan dalam memandang masalah dan membaca koordinat, mulai dari perang identitas, tumpang tindihnya orang dalam menggunakan “keris”, “pedang”, dan “cangkul”, dan lain-lain soal.
Cak Nun sendiri menegaskan, yang dibutuhkan saat ini adalah pemimpin yang mengerti “keris” atau pusaka untuk mengayomi semua anak bangsa. Dalam bahasa lain, Cak Nun menyampaikan kepada LBP, bahwa seorang Presiden haruslah lengkap, ya rohaniawan, teknokrat, pemimpin pemerintahan, ya panglima,dan harus berperan sebagai “orang tua”, sebab bangsa ini sedang tidak memiliki “orang tua”. Karena tidak ada “orang tua”, semestinya Presiden menempati posisi itu sehingga ekspresinya kepada rakyat lebih mengayomi, tidak defensif, tidak bertanding, dan tidak menganggap orang lain sebagai musuh.
Setelah berbincang di lantai 2 Rumah Maiyah, LBP meminta beberapa saat untuk berbicara empat mata. Dan kelihatannya, dalam pertemuan empat mata itu, Cak Nun memberikan formula-formula tertentu dan mewanti-wanti beberapa hal mengenai situasi politik Indonesia saat ini termasuk tentang kasus Ahok, masalah CIna-Pribumi, dan Islam-Kristen. Terasa sekali, dari atmosfer silaturahmi dan perbincangan LBP dengan Cak Nun bahwa LBP tengah mohon izin untuk meminta Cak Nun berkenan nambani atau membantu memberikan obat bagi berbagai persoalan di Indonesia saat ini.
Tampaknya akan ada eskalasi ke depan urgensi “nambani” atau “mertombo” ini, ke skala yang lebih luas dan level yang lebih tinggi. Tetapi kita belum bisa memperoleh bahan atau data tentang itu.
Apakah Cak Nun benar-benar meletakkan diri tidak sebagai pihak yang bertentangan, berpolarisasi atau bermusuhan; atau mungkin beliau sedang menjalankan suatu lakon yang beliau sendiri yang tahu.
Ketika coba dipancing, Cak Nun tersenyum, “Semua anak saya. Semua bagian dari khilafah penugasan pribadi saya. Saya tidak boleh menang atas siapapun, karena yang diarrange justru adalah kemenangan seluruh bangsa dan rakyat Indonesia”, katanya. 
http://arenterprisewestjavaindonesia.blogspot.co.id/2017/03/cak-nun-melihat-indonesia-2014-sekarang.html

Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Martombo - Cak NUN melihat Indonesia 2014 - sekarang"

Posting Komentar

Komenlah sesuai tema, tidak berbau pornografi, promosi serta link aktif, maaf link aktif akan kami hapus